Jangan di kantor dong !!!
Sales : Tulus
Dia jauh dari ngganteng. Kulitnya hitam,
rambutnya sebagian sudah beruban. Orangnya energik, dan pintar bikin alas an.
Suka ngeyel itu ciri khasnya. Benar salah yang penting ngeyel
dulu.
Sepertinya semua sifat dan namanya selalu
bertolak belakang. Dia nggak ada tulusnya untuk membantu orang. Bahkan sering
lepas tangan kalau ada masalah. Dia orangnya begitu atau kita di sekitarnya
yang merasa begitu. Tapi dia toh salah satu sales yang handal di
perusahaan ini. Penjualannya secara value selalu melampaui target. Jadi,
selain menyebalkan dia termasuk sosok yang hebat.
Apakah dia begitu menjengkelkan. Nggak juga.
Setelah kamu kenal dekat, dia nggak sebrengsek yang orang kira. Dia nggak
segan- segan mentraktir atau kasih pinjem duit bagi temannya yang kesusahan.
Jadi menurutku dia orang baik. Orang baik yang sangat penyayang pada anak-
anaknya.
Tulus punya dua anak. Cowok- cewek. Dan seorang istri yang
jauh dari cantik , yang selalu setia dan penyabar.
Masalah yang terakhir ini yang akan kita
bahas. Rupanya hubungan Tulus dengan sang istri sedang tidak harmonis. Terbukti
setiap ada acara Tulus selalu membawa kedua anaknya. Tanpa sang istri. Anehkan
?
Kabar yang beredar , Tulus malu punya istri
sejelek dia. Tapi ini hanya rumor loh...
Seolah Tulus sangat malu punya istri yang
jelek. Nggak bisa dibanggain di depan banyak orang. Jadi lebih baik disuruh
tinggal aja di rumah. Namun ini semua baru persangkaan saja.
Tapi, kalau emang Tulus sudah nggak suka sama
istrinya kenapa nggak cerai aja ? Daripada dia tersiksa , dan istri juga merana
. Hubungan keluarga macam ini sudah nggak sehat. Nggak baik.
Sekali lagi itu hanya sangkaan. Nggak ada yang
tahu kebenarannya. Sebagai kepala keluarga , Tulus tetap menunjukkan bahwa
dia suami yang bertanggung jawab. Dia
selalu pulang tepat waktu. Uang belanja
nggak pernah telat. Sangat penyayang pada anak- anak. Secara kasat mata,
keluarga mereka tampak baik- baik aja.
Sampai suatu ketika…
Perusahaan melakukan penyegaran. Dari lima
sales yang ada (Ko Tiok, Tulus, Ba’im, Pak Wirja, Iwan ) akan ditambahkan tiga
sales lagi. Alasannya sih untuk mendongkrak penjualan. Ya sudah. a terima aja
alas an itu walau sebenarnya semua udah tahu bahwa penjualan= kapasitas
factory. Jika output udah mentok, apa yang mau ditingkatkan lagi ? Walaupun
banyak order, tapi kalau sudah diluar kapasitas mesin tetap aja akan jadi
masalah. Barang telat dan lain sebagainya.
Jadi, buat apa ada sales baru ?
Satu dari tiga sales itu Erna. Cewek. Dari
kelima sales geblek, Tulus yang langsung agresif mendekatinya.
Singkat kata hubungan Tulus dengan Erna
menjadi dekat. Mungkin tidak hanya dekat, tapi sudah terlalu jauh. Itu yang
kami simpulkan setelah beberapa bulan pengamatan.
Mereka selingkuh ? Iya bagi Tulus. Dan tidak
bagi Erna. Tulus mempunyai anak istri.
Sedang Erna seorang janda. Hubungan itu kalau dibiarkan akan membahayakan
keluarga Tulus. Tapi siapa yang berani menasehati Tulus ? Btulus bukan tipe
orang yang bisa menerima nasehat. Bukannya sadar, malah berantem. Jadi mending
dibiarin saja. Toh udah dewasa. Bisa mikir sendiri.
Kami sepakat mendiamkan saja.
Lama kelamaan kebiasaan kerja Tulus dan Erna
jadi nggak sehat. Mereka membawa kemesraan di tempat kerja. Tak peduli cibiran
rekan kerja maupun sindiran dari departemen lagi. Dua orang itu benar- benar
udah mabuk kepayang. Dunia serasa milik berdua.
Pak Wirya sebagai supervisor sales diberi
teguran. “Jangan diamkan anak buah yang sudah ketahuan menyeleweng dari
pekerjaan”Itu artinya membiarkan suatu pelanggaran”
Pak Wirya berencana memanggil Tulus. Tentu
bukan di kantor,melainkan di “Corner
Coffe Shop”.
**
Suatu Siang
“Tulus, kamu dimana ?”
“Di customer pak Wirya”
“Kita ketemu di Corner jam 13:00 yakk!!
Penting !”
“Waduh pak…” suara Tulus protes.
“Ada yang mau saya bicarakan . Penting “
“Apa itu pak ? Saya kan tidak melanggar
peraturan. Target juga terpenuhi .”
“Kita bahas nanti”.
Pak Wirya mematikan HP. Ditunggunya Tulus
tiba. Dia sudah nggak sabar menanti saat itu.
Tulus tiba. Dan gila. Sekalian bersama Erna.
Pak Wirya menarik nafas panjang. Mereka berdua
seolah pasangan yang siap mati bersama. So sweet. Baguslah, bisa sekali
tepuk dua lalat mati.
Pak Wirya tanpa sungkan- sungkan
menyampaikannya keprihatinannya atas hubungan mereka berdua. Tulus , sebagai
yang lebih senior harusnya membimbing Erna untuk mencapai target penjualan,
bukannya malah bermain api cinta di tempat kerja.
Dan Erna, sebagai orang baru harusnya bisa
jaga diri. Tunjukkan prestasi terlebih dahulu. Jangan malah cari masalah.
Kemungkinan di tendang dari perusahaan terbuka lebar bagi sales yang
performanya nol besar.
Singkat, padat dan jelas.
Pak Wirya menyudahi pertemuan singkat itu
dengan harapan mereka berdua berubah. Itu saja .
Erna hanya menunduk malu. Dia belum jadi
karyawan tetap , tapi sudah mendapat peringatan seperti ini. Bagaimana ini ?
Dia mencari akal.
**
Selasa, pukul 19:00.
Semua orang kantor sudah pulang. Kantor pun
sudah gelap. Ruang sales juga sudah gelap. Di tempat parkir, tersisa mobil
Tulus dan Erna.
Security mengecek dua mobil itu. Tidak ada
orang. Dimana sales-nya ?
Segera saja security masuk ke kantor sales yang gelap gulita.
Mereka menemukan Tulus dan Erna di sana.
Esok harinya, berita tentang mereka berdua
tersiar. HRD segera mengambil tindakan. Menginterogasi mereka.
“Sumpah pak, saya hanya ngantar Erna ke
toilet. Karena sudah malam dia takut ke
toilet sendirian “
“Mengapa harus malam hari di saat semua orang
pulang ? ”
“Kalau orang lagi kebelet, ya nggak lihat
waktu pak. Saya aja kalau tengah malam kebelet boker, ya harus ke toilet“Tulus
mejawab sekenanya.
“Kamu jangan main- main ya sama saya. Awas
kamu !” hardik Manajer HRD.
Dan gertakannya berhasil. Tulus jadi
mengkeret.
“Nah…sekarang ceritakan semuanya secara jelas.
Agar saya bisa menimbang dengan adil. Kalau jujur, akan saya hargai
keteranganmu. Siapa tahu saya nggak jadi memecat kamu “ nada suara manajer HRD
berubah menjadi lembut berwibawa.
Tulus pun bercerita.
Di jam yang berbeda, Erna juga dicecar
pertanyaan oleh sang Manajer HRD.
Kejujurannya benar-benar membuktikan bahwa
hubungannya dengan Tulus sudah demikian jauh.
Dan, namanya cinta itu buta. Nggak di kantor
nggak di rumah, saat hasrat itu muncul dia sudah nggak peduli tempat.
Singkatnya begitu.
“Ini tempat kerja. Untuk menghasilkan duit
buat kita semua. Bagaimana bisa berkah kalau begini kelakuan kalian ?” tanya
sang HRD.
“Dan
kenapa harus di kantor. Emang nggak ada tempat lain? Bikin malu aja. Dasar
“GOBLOK “ rutuk sang HRD dalam hati. Dengan melibatkan kantor, satu dari mereka
harus OUT. Bikin malu perusahaan aja.
Satu nama telah diputuskan. Dia harus
menyingkir dari perusahaan ini secepatnya.
Erna menangis sesenggukan. Dia lah yang musti
OUT. Dengan berat hati dia berpamitan pada rekan- rekan sekantor.
Pak Wirya menepuk pundaknya.
“Sudahlah. Pasti ada yang lebih baik buatmu
diluar sana. Semuanya toh sudah terjadi. Ambil hikmah dari semua ini “
“Iya pak. Makasih pak. Mohon maaf bila sudah
mengecewakan bapak”
Sales yang lain menyalami dan berpelukan erat.
Beberapa bulan ini mereka sudah seperti saudara saja. Dan terasa berat jika
harus berpisah.
Kemana si Tulus ? Dia nggak nongol sama
sekali. Bukankah ini semua gara- gara dia juga ? Dasar buaya.
“Di antar siapa ? Kita antar ya !” Tiok
menawarkan diri.
“Nggak usah mas. Pakai taksi kok “
“Ooo…ya sudah. Hati- hati ya ! Sukses selalu “
“Iya mas. Makasih “
Erna meninggalkan gedung, melewati security
dan akhirnya berjalan keluar.
Langkah kakinya membawanya agak jauh sampai
hilang dari pandangan mata.
Di sana Tulus sudah menunggu. Dan tanpa
canggung Erna langsung masuk ke mobil. XENIA itu pun meluncur.
“Mas jahat “ Erna memukul bahu Tulus.
“Eittss…bukannya hal ini sudah kita bahas.
Resiko ditanggung bersama. Nah..sekarang kamu menjadi tanggunganku “
Erna terdiam.
Di perusahaan X butuh Sales juga. Nah , namamu
sudah kusodorkan. Tinggal minggu depan kamu wawancara. Jika cocok kamu boleh
terusin, kalau nggak cocok kita cari yang lain”.
Erna masih diam.
“Kok diam aja sih. Kayak mau kiamat aja. Ini
bukan akhir sayang….Toh kangmas juga masih setia di sini. Mas kan juga
nggak akan lepas tangan begitu saja. Kayak nggak kenal mas aja ”
Erna gundah. Haruskah dia percaya pada Tulus?
Atau haruskah Tulus mempercayainya ? Karena kejadian malam kemarin itu murni
rencana Erna untuk menjebak Tulus , agar mereka berdua tertangkap basah.
Tapi ternyata Tulus lolos dari sanksi
perusahaan. Dia sendiri yang kena tendang.
Kini Tulus benar- benar tulus ingin
menolongnya. Dia yang repot mencarikan pekerjaan. Dan siap menopang keuangan
apabila Erna kesulitan. Dia brengsek, tapi bertanggung jawab. Dasar uler. Susah
ditebak.
Erna memejamkan mata. Biarlah sandiwara ini
berjalan mengalir entah sampai kemana…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar