Jumat, 06 November 2015

GIGOLO PENGEN INSAF Part 4

Di kostnya Rio merenung. Apakah karena pilihannya yang salah sehingga hidup serasa ribet kayak gini ? Tapi bagaimana dia bisa menghadapi hidup selanjutnya ? Bagaimana dia bisa mendapatkan uang untuk hidup. Dia sudah tergantung pada pekerjaan nyleneh ini, dan tak bisa berpikir yang lain. Tapi dia juga ngerasa hidupnya selalu Gegana (Gelisah, galau dan merana). Bagaimana kalau dia mencoba mencari pekerjaan lain. Yang halal. Yang dilakukan orang kebanyakan. Apakah hidupnya akan berubah ? Bagaimana kalau tambah parah? Dan bagaimana kalau dia memang tak sanggup melupakan Burhan ? Bagaimana…bagaimana..bagaimana ?
Rio pusing.


HP berdering. T.Mira calling (salah satu pelanggan setia Rio)
Rio    : Halo
T.Mira : Kamu di mana ?
Rio    : Di kost..
T.Mira : Jangan kemana- mana. Aku jemput.
(TUUUT….TUUUT…TUUUT)
Rio    : Sial. Seenaknya saja ngatur orang !!!
(Bahkan T.Mira tak menanyakan apakah Rio punya waktu atau basa- basi gitu. Dia langsung aja main perintah tanpa peduli Rio mungkin sakit, sibuk atau apa. Rio adalah barang yang bisa dibeli selama ada uang. Rio adalah mainannya)
Rio berteriak. Antara marah. Dan tak berdaya. Apakah selamanya akan begini ? Rio merasa nggak ada privasi lagi. Padahal dia pernah berkoar- koar bahwa Gigolo atau penyuka sesama jenis adalah hak priovasi seseorang. Tapi kenyataannya, Rio malah kehilangan privasi dari pilihannya tersebut. Gimana sih ??!!!
Tak sampai setengah jam T.Mira udah nongol di depan pintu. Rio buru- buru pasang wajah cool. Dia harus tampak manis dan gagah. Mereka berpelukan dan mengumbar ciuman mesra.
T.Mira : Ouw..tidak sayang. Tidak di kamar kost mu yang sumpek dan bau ini. Yuk..ah cabut sekarang.
Rio    : Kemana ?
Pertanyaan yang tak perlu di jawab. Kemana lagi kalau bukan ke tempat biasa. Klub ajep- ajep, restoran mahal tempat tante- tante tajir menggelar arisan, lantai disco, villa, hotel. Tempat yang biasa mereka lewati berdua. Rute wajib yang sudah dihapal luar kepala. Dan berakhir di peraduan tempat mereka mengumbar sejuta syahwat.
Namun setiap pulang, Rio menemukan dirinya semakin gelisah dan tak tentram. Ada apa ini ? Kadang Rio terbangun dari mimpi- mimpinya yang seram. Mimpi tentang kematian.
Kadang saat lagi kosong, Rio menyempatkan diri nongkrong sama teme- temen. Tak lupa dia menanyakan tentang kegelisahan dan mimpi- mimpinya yang buruk . Apakah kalian sadar kawan? Kemana kita semua ini menuju ? Tak lain dan tak bukan hanyalah kematian !! Apakah kalian pernah memikirkannya?
“ AHHH…LO KEBANYAKAN MIKIR !!
Nikmati hidup ini. Mengalir seperti air.
Seperti kata pepatah
“Waktu kecil dimanja- manja, Muda hura- hura, Tua kaya raya, Mati masuk Surga”
HOREEE……
Nah…pepatah yang  menyenangkan, tapi tetap aja ujung- ujungnya Mati alias maut. Mati lalu masuk surga. Segampang itukah ? Kalau ada surga berarti ada neraka.  Kalau surga dan neraka itu ada, berarti Tuhan itu ada. Bagaimana ini ? Padahal Rio sudah bertekat melupakan Tuhan, tapi mimpi- mimpi itu selalu menghantui seolah – olah Tuhan memperingatkannya.
Suatu hari, pernah Rio mengungkapkan kegelisahan ini pada T.Mira. Bicara maut disaat T.Mira ingin hepi- hepi.
T.Mira : Kamu ngomong apa sih. Bikin pusing tauk !! Gue lagi pengen hepi, jangan ngerusak suasana !!!
Tak ada lagi tempat untuk berbagi dan saling mengerti. Dulu ada Burhan tempat dia curhat. Dan Burhan selalu menasehatinya dengan santun. Rio menemukan keteduhan dan tempat bersandar. Dia menjadi suka dengan Burhan. Dan ketika disampaikannya keinginannya untuk senantiasa bersama Burhan sehidup semati, malah bikin cowok itu marah. Burhan –pun pergi. Kini dia sendiri lagi.
Kunjungan ke mbah To beberapa waktu lalu masih meninggalkan pertanyaan besar. Apakah benar kegelisahan ini karena memang dari kesalahanku sendiri ? Bagaimana jika seandainya aku berhenti jadi gigolo ? Apakah hidupku akan menjadi membaik ? Tapi  darimana aku dapat uang untuk biaya hidup ? Jadi bingung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar